OBORMOTINDOK.CO.ID, PALU- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng mendesak lembaga berwenang untuk menghentikan aktivitas produksi PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Morowali.

Desakan itu buntut kecekelakaan kerja terjadi di kawasan perusahaan itu. Dari informasi yang diterima, Minggu (24/12/23) terjadi ledakan tungku smelter milik PT IMIP yang merupakan anak usaha Tsingshan Group asal Tiongkok.

Dalam kronologi yang dihimpun WALHI Sulteng, kejadian pada pukul 05.30 Wita, menurut kesaksian, salah seorang karyawan Ferosilikon PT ITSS tengah melakukan perbaikan tungku. Kemudian melakukan pemasangan plat besi pada bagian tungku tersebut, sehingga mengakibatkan ledakan yang memicu beberapa tabung oksigen di sekitar area juga ikut meledak.

Tercatat hingga saat ini, setidaknya korban sebanyak 35 orang. Dua belas di antaranya meninggal dunia. Selain itu, korban lainnya mengalami luka bakar berat dan dalam pertolongan medis. Saat ini semua korban masih dirawat di Klinik 1 dan klinik 2 milik PT IMIP, namun dengan keterbatasan fasilitas dan daya tampung yang besar, sehingga para korban tengah drujuk ke RSUD Morowali untuk penanganan lebih lanjut.

“Kami mendesak kepada pemerintah pusat untuk diam saja. Produksi PT IMIP harus segera dihentikan, dan memberikan sanksi tegas terhadap PT IMIP. Mengingat korban tidak sedikit dan seringkali terjadi kecelakaan kerja seperti ini. Pemerintah jangan hanya kampanye hilirisasi nikel saja dengan angin surga atas keuntungan yang diperoleh tanpa melihat kenyataan di lapangan. Nyawa melayang hidup sengsara akibat kawasan yang kacau dan amburadul,” tegas Aulia Hakim, Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng.
Walhi Sulteng juga mendesak pemerintah menghentikan situasi yang tidak sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam Undang-undang (UU) nomor 3 tahun 2020, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kejadian ini bukanlah kali pertama kecelakaan kerja yang terjadi di kawasan industri nikel.

WALHI Sulteng mencatat, pada 22 Desember 2022 lalu, dua pekerja mengalami kecelakaan serupa akibat ledakan tungku yang terjadi di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nickel Industri, sebuah perusahaan besar asal Tiongkok yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara. Akibat insiden itu, merenggut nyawa Nirwana Sale dan Made Defri.

Belum lagi pada 27 April 2023 lalu, dua pekerja dumping milik PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Industry, yang juga berada dalam kawasan PT IMIP mengalami kecelakaan kerja, menyebabkan nyawa Arif dan Masriadi melayang.

“Lagi-lagi kita melihat bagaimana pekerja yang ditumbalkan guna mengejar keuntungan semata. Kecelakaan kerja diakibatkan, karena penyediaan APD atau alat pelindung diri tidak pernah dipatuhi oleh perusahaan. Ditambah peraturan jam kerja yang semena-mena, rotasi kerja yang kacau, dan juga perlatan yang dioperasikan tidak terkontrol merupakan pemicu kecelakaan itu terjadi,” sebut Aulia.

Di kesempatan yang sama Aulia menjelaskan, prosedur K3 pertambangan mengacu pada Peraturan Menteri Eenergi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 38 Tahun 2018 tentang penerapan SMK3 Pertambangan dan Mineral tidak diterapkan.

Kecelakaan terjadi terjadi berkali-kali menjadi masalah serius. Kasus-kasus yang mengemuka perlu ditelusuri apakah PT IMIP telah menerapkan sistem Manajeman Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMK3P) dengan ketentuan yang berlaku atau tidak.

Insiden tersebut menurut Aulia, mewajibkan pemerintah untuk mendesak IMIP segera melakukan audit eksternal atas kecelakaan yang terjadi.

Walhi Sulteng juga menyorot sikap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terlihat abai atas kecelakaan kerja. WALHI Sulteng juga mencatat, selama periode 2022-2023, tidak pernah satupun perusahaan yang diberikan sanksi tegas atas kejadian kecelakaan kerja yang merenggut nyawa pekerja. Sebaliknya perusahaan malah memberikan sanksi terhadap para pekerja yang menuntut hak-hak mereka.

Seperti kejadian yang dialami oleh Minggu Bulu dan Amirullah. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas peristiwa bentrokan antar pekerja pada 14 Januari 2023 lalu. Mereka berdua menjadi tersangka buntut dari aktivitasnya dalam mengadvokasi hak-hak pekerja lainnya.

IMIP tumbuh dengan modal yang besar, China–Asean Invesment Cooperation Fun memegang saham 24 persen di PT Sulawesi Mining Investment (SMI). Sementara Shanghai Decent mengontrol 46,55 persen saham di PT SMI. Ditambah lagi, beberapa modal dari bank asing seperti Bank of China, EXIM Bank of China, HSBC.

IMIP yang diresmikan pada 2013 silam, menunjukkan kepesatannya dalam mendapatkan keuntungan. Terbukti dengan menjadikan Thingshan Group menjadi perusahaan terbesar di dunia dalam bidang pengelolaan nikel.

PT IMIP memperoleh investasi sebesar US$10,20 atau setara Rp147 triliun dengan pajak dan royalti yang disetor ke negara sejak 2015-2020 sejumlah Rp306,87 miliar (2015) naik menjadi Rp5,38 trliun (2020).

Permasalahan ketenagakerjaan di IMIP sejalan dengan keprihatinan besar di Indonesia mengenai dampak lingkungan dari industri nikel.

Menurut laporan Brookings Institute pada bulan September tahun lalu, sektor nikel di Indonesia “sangat intensif karbon dan merusak lingkungan,” karena ketergantungannya pada batu bara.

Lebih dari 8.700 hektare hutan hujan telah hancur di Kabupaten Morowali Utara, tempat IMIP bermarkas, sejak tahun 2000. Menurut analisis Greenpeace Indonesia, pohon-pohon ditebangi untuk dijadikan lahan pertambangan dan pabrik peleburan dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukungnya. (**)

**) Ikuti berita terbaru Obormotindok.co.id di Google News

Jum Amar